(Jangan) Menyesal menjadi Perempuan

<repost note fb : https://www.facebook.com/notes/dzerlina-s-rahari/jangan-menyesal-menjadi-perempuan/10152270968307180 >
Di tengah kesibukan kuliah yang menghimpit, ngobrol dengan teman adalah salah satu cara ampuh untuk menyegarkan pikiran. Rehat sejenak dari materi-materi ilmu yang seolah tak ada habisnya. Apalagi jika obrolan tersebut membawa pencerahan. Ukhuwah dapet, solusi juga dapet.hehe

Maka ketika ada teman ngajak hangout bareng, jarang aku bisa menolak. Meski harus mencari-cari waktu di sela jadwal padat, aku usahakan memenuhi ajakannya.haha. Dan suatu ketika seorang akhwat yang juga seniorku, ngajakin makan bareng. Tumbenan, gak juga sih. Mbak nya emang suka tiba-tiba random gitu. Sebelum ini juga kami pernah jalan bareng ke pameran buku. Sekadar melepas lelah aja sih (Sumpah, liat pameran buku itu bikin bahagia!).



Awalnya aku pikir ini bakal jadi pertemuan dengan obrolan serius. Soalnya mbak nya ini orangnya super sekali. Beliau aktivis organisasi yang super sibuk. Pemikirannya selalu mendobrak kenormalan *eh. Jadi yaa aku pikir bakal ada doktrin-doktrin baru yang akan dimasukkan ke otak ku.haha. Apalagi waktu itu lagi ada suksesi suatu organisasi (atau mungkin lebih tepat disebut komunitas) yang aku terlibat di dalamnya. Wah, alamat dibribik iki –“



Eh ternyata aku nya aja yang terlalu su’udzon sama mbak nya.haha (maaf ya mbak). Ajakan makan bersama ini murni karena mbak nya pengen ketemu aku, kangen katanya (oow aku terharu.hehe).

Dan akhirnya kami ngobrol ngalor ngidul gak jelas di sebuah warung cabe, eh maksudnya warung yang jualan menu pedes-pedes gitu. Dan yaa, gak bisa dimungkiri ketika dua orang akhwat bertemu, pasti ngomongin ikhwan? Ups!  enggak kok enggak, wah parah :p

Tapi yaa nyerempet dikit boleh lah ya..





Kami memiliki sedikit persamaan, menurutku sih, aku dan mbak nya sama2 ‘tomboi’. Maksudnya pemikiran kami gak seperti perempuan kebanyakan. Gimana ya jelasinnya, ah gitu pokoknya. Dan waktu itu sempat terlontar sebuah cerita tentang hal ini. Aku lupa awalnya dari mana, tapi aku coba tulis intinya aja

“Eh, akhwat tu ya, gak baik pulang malem-malem. Bahaya, harus ada temennya tuh..”, kata mbaknya (atau kita panggil mbak Cantik aja ya? Aku gak berani sebut nama nih, takut orangnya gak berkenan.haha).

“Iya ee mbak, aku suka takut kalau pulang malem. Takut ada yang ngikutin atau ada niat jahat. Jogja lumayan rawan je.”, timpalku.

“Aku juga agak miris sih, harusnya kita sendiri yang bisa menjaga. Tapi yoo kadang tuntutan juga sih harus pulang malem.hehe”

“Enak tu jadi ikhwan ya mbak, mereka ke mana-mana sendirian sampe malem juga tenang-tenang aja. Gak takut bakal ada yang gangguin..”

“Iya mereka mah tidur di pinggir jalan juga oke.haha”, mbak Cantik menambahkan.

“Kadang ngiri sih mbak, jadi ikhwan tu fleksibel banget. Mau gerak apa-apa juga lebih luwes. Gak ribet aturan ini itu kayak cewek. Kita gak bener dikit aja udah diomongin macem-macem.”

“Hemm gitu ya dek, dulu mbak juga ngiri kayak gitu. Kayaknya enak kalau jadi ikhwan. Tapi sekarang mbak lebih bersyukur lho terlahir sebagai perempuan. Kasian sebenernya laki-laki tuh..”

“oiya?  Kasian kenapa mbak?”, aku terheran-heran mendengar penjelasannya.

“Iya, kalau dalam Islam kan laki-laki tu tanggung jawabnya berat. Makin lama amanah mereka makin nambah, kemungkinan nambah dosa juga lebih banyak. Kalau perempuan tuh, makin lama dosanya makin berkurang, kita gak nyadar tapi ntar berkurang sendiri.”, jelas mbak Cantik.



“Lho kok bisa mbak? ”, aku semakin bingung

“Lha iyalah, perempuan tu kalau masih kecil dosa ditanggung orang tua, laki-laki juga sih. Tapi ntar kalau udah baligh dosa kita masih ditanggung bapak, sementara yang laki-laki udah enggak. Trus kalau punya saudara laki-laki, dia juga ikut tanggung jawab sama kita lho..”

“Wah aku nggak punya mbak,haha.”

“Haha nasibmu nak :p. Trus ntar kalau udah punya suami, tambah lagi tuh dosa kita ditanggung juga sama suami. Makin berkurang lagi kan? Apalagi kalau punya anak laki-laki yang soleh, dia kan harus tanggung jawab juga sama ibunya. Nah lama2 dosa kita ntar habis sendiri kan? Tapi ya ada syaratnya, harus taat sama Allah, berbakti sama ortu, taat sama suami.. ya asal gak neko-neko lah ya, InsyaAllah bisa masuk surga.”, jelas mbak Cantik panjang lebar.



“Oh iya ya mbak, baru nyadar. Berarti bener ya, kasian tuh ikhwan. Tanggung jawabnya gede banget.”, aku tersentak. Seketika aku membayangkan para laki-laki yang aku kenal. Betapa beratnya beban mereka di dunia. Harus bertanggung jawab atas kami para wanita yang menjadi tanggungannya. Hemm, pantas saja dunia lelaki itu keras. Sabar ya wahai ikhwan ^_^

“Nah iya, makanya kalau punya anak laki-laki ya dididik yang bener. Agamanya harus kuat. Disiapin jadi pemimpin...”

“Wuidih, mulai nih mulai.. Kapan2 bikin kelas parenting yuk,aku undang mbak jadi pembicara deh.haha”



               Kami tertawa bersama. Dan saat itu juga aku mendapat pencerahan baru. Aku diingatkan lagi untuk bersyukur terlahir sebagai perempuan. Bagaimana Islam sangat memuliakan perempuan. Meskipun terkesan banyak aturan atau apa, semua itu bukan tanpa alasan. Termasuk perintah menutup aurat pun, Allah wajibkan demi  kebaikan perempuan itu sendiri.



               Yah, catatan ini sekadar sebagai pengingat buat diriku sendiri. Maaf ya ketika nulis ini aku belum bisa nemu dalilnya dari cerita tadi, entah hadis atau ayat yang lengkap tentang laki-laki yang menanggung perempuan itu. Kalau ada yang tahu mungkin bisa berbagi? :)

               Teruntuk para perempuan kece di seluruh dunia *lebay*, bersyukurlah.. tunaikanlah kewajibanmu, jagalah dirimu, janganlah kau menambahkan lagi dosamu dan dosa para lelaki yang menanggungmu. Dan yang paling penting, nikmati hidup ini,  jangan pernah merasa  menyesal terlahir sebagai perempuan :)




“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri),karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)...” (QS. An-Nisa’: 34)

Komentar

  1. Kenyataannya yang ada pria penindas wanita nomer 1!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer