Bosscha, Observatorium Penuh Cinta Part 1: “Sepanjang Jalan Kenangan”

               Tulisan ini adalah kisah perjalanan saya ke Observatorium Bosscha (baca: boska) di Lembang, Bandung. Iya, Bosscha. Itu lhoo yang dulu dipake syuting film Petualangan Sherina. Sudah sejak pertama kali nonton film itu di bioskop saya memendam keinginan untuk bisa pergi ke Bosscha. Wah udah lama banget dong ya, sejak kelas 2 SD!
                Saya ingin membagi tulisan menjadi beberapa part karena ingin mengaitkan perjalanan ini dengan ilmu astronomi yang saya gandrungi sejak lama. Entah nanti jadi dua atau tiga part,tunggu aja. Tapi part 1 ini pengennya cerita tentang perjalanan menuju Bosscha.
                Pertengahan April tahun lalu, saya mendapat kesempatan kedua untuk pergi ke Bandung. Alasannya, mungkin bisa dibaca di sini. Selain nonton pagelaran TW 44 PSTK ITB, saya tentunya pengen jalan2 dong mumpung ke Bandung. Liburan lah, mumpung masih ada kesempatan sebelum dunia per-koas-an dimulai saat itu *huft*. 
Pagelaran TW 44 PSTK ITB- dokumen pribadi

Tapi karena waktunya mepet (akhir pekan doang di Bandung), gak banyak pilihan yang bisa saya kunjungi. Lagipula saya imotil di sana. Jadi saya fokus buat pergi ke Bosscha. Yaa, sebenernya ke sana bisa kapanpun sih. Tapi menurut jadwal di laman web resmi http://bosscha.itb.ac.id/  , observatorium buka untuk pengunjung umum perseorangan cuma hari Sabtu. Hari Senin libur maintenance. Sedangkan hari lain dibuka untuk rombongan dengan reservasi terlebih dahulu.
Padahal kata temen saya, dia pernah tuh pergi ke Bosscha pas gak hari Sabtu dan boleh2 aja masuk ngikut tur rombongan gitu. Gimana sih yang bikin aturan gak konsisten. Tau gitu kan saya ke sana dari dulu (>.<). Tapi yaudahlah, belum rejekinya berarti.hehe
Alhamdulilah, salah seorang teman saya di  Bandung berbaik hati mau nemenin ke Bosscha. Soalnya yaa, takutnya kalo pergi sendiri ntar saya nyasar atau diculik orang kan gawat.hehe. Arigato gozaimashita ne J
Kami berangkat Sabtu (11/4/2015) pagi sekitar pukul 9 dari daerah ITB kampus Ganesha naik angkot ke arah Ledeng. Sampai di terminal sesuatu (kayaknya Terminal Ledeng) kami pindah angkot yang ngarah ke Lembang. Pas itu jalanan agak macet sih. Sekitar setengah jam-an lebih, kami sampai di depan jalan setapak yang menuju Bosscha. Kalau gak salah namanya Jalan Peneropongan. Dari situ kami lanjut jalan kaki. Saya lupa bayar angkotnya berapa. Eh lebih tepatnya gak tau ding, lha wong yang bayarin angkot temen saya.hehe
Sebenernya, di situ banyak yang nawarin ojek buat ke observatorium nya. Soalnya kalo jalan lumayan jauh, di laman web dikatakan +- 1 km. Kalo kata temen saya lebih jauh lagi. Tapi biar perjalanan ke Bosscha lebih berkesan (oke, alesan sebenernya biar hemat duit :p), kami putuskan untuk berjalan kaki saja. Dan ternyata.,, bener jauh jalannya -_-
Jadi, kami berjalan di jalanan aspal yang berkontur bukit mendaki dengan banyak pepohonan cemara di kiri kanan jalan (persis lagu ‘Naik2 ke Puncak Gunung’ *kemudian nyanyi*). Kemiringan jalan sekitar 35-45 derajat. Cukup ngos-ngosan juga naiknya. Saya ngebayangin sama kayak waktu saya mendaki gunung Merbabu, bedanya tanpa beban carrier 10 kg. Lumayan kan? Saran saya sih mending kalau bisa bawa kendaraan pribadi (mobil/motor) yang kuat buat nanjak. Dan kayaknya emang lebih dari 1 km deh, gak tau juga waktu itu gak bawa meteran (ngapain coba?). *setelah saya cek di google map 1,2 km*
Meski lelah, saya menikmati perjalanan itu. Sepanjang jalan hanya hijau pepohonan menyapa, sejuk dipandang mata. Udara yang kami hirup pun terasa begitu segar, dan dingin, karena sudah masuk daerah dataran tinggi. Dan yang paling tak terlupakan tentu pemandangannya, kota Bandung dari atas bukit. Sungguh, salah satu karunia alam terindah yang pernah saya nikmati sembari berjalan kaki.
Kami juga melewati perkampungan dan sebuah sekolah dasar yang sepertinya dibangun orang Belanda (atau orang Spanyol?), soalnya namanya nama orang asing gitu. Riang bocah2 berlarian bersembunyi dari orang tua yang menjemputnya menjadi penghibur kami di tengah perjalanan.

Setelah rasanya hampir menyerah berjalan (serius capek banget), kami menemukan petunjuk arah di aspal yang menandakan observatorium sudah dekat. Teman saya pun menyemangati saya karena perjalanan tinggal sedikit lagi. Sejujurnya memang, saya mempertaruhkan kekuatan fisik saya saat itu. Karena malamnya saya menempuh perjalanan kereta 8 jam dari Jogja dan baru sampai di Bandung subuh pagi itu. Dan pula kondisi kesehatan saya sedang tidak 100% fit sejak dari Jogja, selain juga tentunya karena kurang tidur saat di kereta. Tapi ya, gimana lagi. Tekad saya kuat kekeuh pingiiiiiin banget ke Bosscha. Gak tau lagi kapan akan ada kesempatan sebagus ini…
And… here we goooooo. Bosscha finally!!! Just like my dream come true :”
sumber: dokumen pribadi
Di depan gerbang, kami diarahkan satpam untuk mendaftar terlebih dahulu di ruang administrasi. Setiap pengunjung dikenai biaya 15ribu untuk masuk. Oiya, buat mahasiswa ITB bisa masuk gratis dengan menunjukkan KTM. Sebenernya ada juga pengamatan langit malam di hari sebelumnya (bisa cek jadwal di web). Dan jujur saya pingin banget. Tapi mikir juga, kalau di Bandung malem2 ngangkot ke Lembang kayaknya ngeri, belum jalan kakinya. Yaudah saya ikhlas aja udah bisa ke sana siang hari.
Jadi, kita bayar 15 ribu itu untuk fasilitas yang disediakan di observatorium. Hampir tiap jam (atau tiap 2 jam?) ada pemutaran film tentang astronomi di ruang multimedia berkapasitas +- 100 orang. Setelah itu, pengunjung akan diarahkan untuk mengikuti tur dengan seorang pendamping di bangunan utama kubah Kupel tempat teleskop bintang terbesar berada. Itu lhoo kubah yang nge-hits banget sering jadi latar belakang foto.wkwk
Ketika kami tiba di sana, ternyata kami sedikit terlambat karena pemutaran film sudah berlangsung kurang lebih setengah jam. Jadi kami gak boleh masuk ruang multimedia. Yaudahlah, akhirnya kami memutuskan jalan2 di sekitar kubah terlebih dahulu. Beristirahat sejenak di rerumputan di bawah pohon rindang, meluruskan kaki yang sedari tadi dipaksa kerja rodi *ups*. Dan tentunya yang gak boleh ketinggalan: foto2 lah yaww. Mumpung masih sepi. Jadi bisa eksplor sudut2 yang tak biasa.ahihi
Bosscha tampak muka- dokumentasi pribadi

Tak berapa lama, rombongan dari ruang multimedia telah keluar. Itu artinya sekarang saatnya masuk ke dalam kubah. Apasih isinya kubah Kupel itu? Kabarnya di sana ada sebuah teleskop yang begitu melegenda. Teleskop yang menjadi kekuatan utama observatorium ini. Hmm, jadi penasaran. Dan akhirnya, ketika pintu kubah dibuka, berdesakan lah para pengunjung untuk bisa masuk ke dalam.
Ketika tiba giliran saya masuk, mata saya langsung dimanjakan oleh sebuah objek raksasa di dalam kubah. Jantung saya berdesir cepat menyaksikan kemegahan benda yang satu ini. Rasanya, bagai menemukan cinta pertama saya. Rasa haru, takjub, kagum, bercampur jadi satu. Betapa sebuah benda mati tak bernyawa mampu merenggut kesadaran saya.
Nah, penasaran kan apa yang ada di dalam Kupel? Kok bisa saya sampai jatuh hati pada pandangan pertama? Apa sih istimewanya teleskop di observatorium Bosscha? Nantikan kisah selanjutnya di part 2 yaa :3

Saya dan Bosscha dari belakang- dokumentasi pribadi

Komentar

Postingan Populer