Wangsit menjelang ujian: JKN dalam mimpi


Katanya mimpi itu bunga tidur dan akan segera dilupakan dalam beberapa menit. Tapi kali ini lain, aku bermimpi dengan begitu detail...
Mimpi ku sangat aneh dan masih terekam jelas di benak ku. Sehabis kuliah 1 jam pada pukul 7 pagi hari yang penuh ancaman (ada kuis lah, gak boleh telat lah, gak boleh nitip absen lah), tubuh ini tak mampu menahan kantuk yang menyerang. Sudah tak tahan lagi, untuk berpikir pun sulit. Janji dengan teman pun terlupakan. Efek semalaman begadang demi ujian -,-
Intinya aku pulang kos langsung tidur. Blek..

Niatnya 1 jam cukup, dilanjut belajar. Namun ternyata molor sampai 2 jam,duh!
Nah saat tidur itulah aku bermimpi...

Aku sedang dalam perjalanan naik motor di sebuah jalan yang asing. Di kanan kiri sawah membentang. Lalu motorku dihadang jembatan bambu yang terlihat rapuh. Tak mau ambil risiko, aku mencari jalan pintas di samping jembatan itu. Aku hampir jatuh. Entah bagaimana aku tiba di teras sebuah rumah reyot. Berdinding bambu, beralas tanah dan beratap rumbia. Lalu keluarlah si empunya rumah. Seorang kakek renta yang masih terlihat energik. Seketika dia menawariku masuk. Lebih tepatnya dia menawariku untuk melihat dagangannya. Aku agak lupa, tapi sepertinya dagangannya adalah suku cadang motor yang aku tak tau gunanya. Menurut perkiraanku tidak banyak orang yang mau membeli barang tersebut.

Dengan halus aku menolak membelinya. Akhirnya dia tidak memaksa lagi. Namun hujan masih turun lebat. Karena tadi hampir jatuh, aku setengahnya trauma. Sehingga kuputuskan berteduh menunggu hujan reda dan mengobrol dengan si kakek. Aku lupa detail yang kami obrolkan (namanya juga dunia mimpi, masak iya inget semua --"). Tapi kalau gak salah aku bertanya kayak gini
"Kek,ini kalau hujan rumahnya bocor ya?"
"Iya mbak itu banyak yang bocor"
"Trus itu TV nya gimana kek,ntar rusak lho kehujanan."
(Critanya di situ ada TV kecil udah kuno. Satu2nya barang mewah di rumah itu. Aku gak tau kenapa aku nanyain ini. Namanya juga orang ngimpi. Gak bisa dikendalikan woo..)
"Kalau hujan ya saya tutupin plastik mbak." (Serius kakeknya jawab gitu)
"Trus kakek tidurnya di mana kek?"
"Itu mbak di belakang sana"
Aku melihat ada dipan reyot yang hampir menyentuh tanah. Tanpa kasur, bantal atau selimut.
"Apa gak kedinginan kek?"
"Ya dingin mbak, paling pakai sarung"

Setelah ngobrol2 aku pamit karena hujan sudah reda. Lalu aku terbangun...

Entah kenapa setting dalam mimpi itu terasa begitu nyata. Aku merasa iba dengan keadaan si kakek. Di usia senjanya dia hidup sendirian di rumah yang tidak terlalu layak dihuni. Setiap hari tidur kedinginan, pasti kesehatannya juga terganggu.

Mungkin ini gara2 kuliah tadi tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ya. Prof. Laksono Trisnantoro atau yang akrab disapa Prof. Coco, menceritakan kondisi Indonesia di daerah terpencil yang miskin sarana. Beliau memang dosen di prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM dan sedang memiliki penelitian berkaitan dengan monitoring dan evaluasi JKN. Kebanyakan tenaga kesehatan tidak mau mengabdi di daerah terpencil. Padahal untuk mencapai tujuan JKN, yaitu pemerataan layanan kesehatan, semua pihak harus bekerja sama agar sarana kesehatan di kota besar bisa sama dengan di daerah terpencil. Berarti tenaga kesehatan juga harus terdistribusi rata di semua daerah di Indonesia.


Tapi ya lihat saja realita nya. Tadi ketika kuliah ditanya, siapa yang besok mau kerja di daerah terpencil? Satu kelas yang mengacungkan jari hanya 2 dari 300 orang. Kalau aku sih mau2 aja, kayaknya sih asik banyak tantangan. Tapi jujur tadi aku gak ngacung. Masih mikir2 juga, tergantung suamiku nanti lah *eh

Nah itulah realita, mana mau dokter di tempatkan di daerah terpencil kalau gajinya gak besar? Prof. Coco menyinggung pula tentang gaya hidup. Kata beliau anak kuliah jaman sekarang udah terbiasa nge-mall. Ntar kalau di daerah gak ada mall, miskin sinyal, gak bisa update status, mana mau ? Prof. Coco mengingatkan lagi tentang niat awal untuk menjadi dokter.
"Kalau mau kaya gak usah jadi dokter lah. Jadi pengedar narkoba aja tuh pasti kaya banget.",sindir beliau.
Yaa memang, semua hal tergantung niat. Ketika sudah memutuskan berkecimpung di dunia kesehatan, nilai kemanusiaan juga harus dipikirkan. Karena nantinya juga tidak akan jauh-jauh dari hal-hal yang menyangkut kerja sosial. Tidak mungkin kita menolong orang tapi di sisi lain kita membuat hidup keluarganya sengsara karena menarik bayaran yang tidak rasional. Kalau bahasa Jawa-nya "nulung menthung"
Iyasih memang dokter juga butuh pendapatan. Tapi cobalah dipikir, berapa banyak nikmat yang sudah kita terima selama ini? Bandingkan dengan keadaan rakyat miskin di daerah terpencil seperti gambaran kakek renta dalam mimpi ku tadi. Istilahnya ikuti kata hati lah. Selama kita bisa menolong, tolonglah dengan ikhlas. Jadi antara dokter dan pasien sama2 enak. Kalau aku sih percaya Allah sudah mengatur rejeki kita. Gak bakal kekurangan deh..

Lah kok malah ngelantur ke mana-mana. Yah ini hanya tulisan kegalauan ku di tengah belajar buat ujian blok 3.4 "Limited movement". Doakan lancar. Yuk lanjut belajar lagi. Ganbatte! ^_^


Pondok melati,18 Maret 2014


Komentar

Postingan Populer